02 Februari 2015

Nadya di Negeri Laskar Pelangi

Meski suami bekerja di Pulau Belitung, saya jarang sekali kesana sejak nadya lahir. Nadya bahkan belum pernah sekali pun mengunjungi negeri laskar pelangi ini. Karena kemaren ada long weekend  libur hari natal, saya dan suami memutuskan untuk menghabiskan waktu di belitung saja, sekalian mengajak nadya liburan dan memperkenalkan nadya ke tempat dimana ayahnya bekerja. 

Hampir tiga tahun sejak saya terakhir mengujungi Pulau ini di bulan februari tahun 2012. Pulau ini terasa lebih ramai dibanding terakhir kali saya kesana, Entah karena ini memang sedang liburan atau memang pulau ini mulai banyak dinikmati pelancong. Suami yang sejak dua minggu sebelumnya mencari penginapan, kesulitan, karena rata-rata full booked. Sebenarnya, kami ingin meginap di bukit berahu karena penginapan ini memiliki fasilitas yang baik dengan view yang indah. Sayang, sudah full booked  hingga awal Januari 2015.

Ini kali pertama kami membawa nadya tavelling, full selama 4 hari 3 malam berada di hotel. Membawa nadya tentu berbeda dibandingkan ketika kami pergi berdua saja. Pernah dulu kami berencana untuk travelling membawa nadya ketika ia berusia 8 bulan. Namun setelah kami pikirkan kembali, saya agak khawatir dengan kebutuhan makanan nadya, saya khawatir akan asupan gizinya tidak terpenuhi selama perjalanan. Makanan pendamping susu nadya selalu saya buat sendiri dan waktu itu, gigi nadya belum tumbuh sempurna sehingga saya membutuhkan semua peralatan food processor untuk mebuat makanannya. Dan tetntunya buat saya, itu rempong, ciyyynnnn :-D. .Nah di usianya yang sudah menginjak 23 bulan ini, dengan gigi yang tumbuh hampir sempurna, tidak perlu ada segala macam peralatan perang dan makan di restoran pun telah kami izinkan. Selanjutnya  selain makan, kami harus memikirkan tempat tinggal selama disana. Ayah nadya tinggal di mess yang berisi beberapa pegawai kantor sehingga kami harus menginap di hotel. Hotel yang dicari harus akomodatif terhadap kebutuhan nadya, mulai dari air panas, air bersih, kamar mandi, kenyamanan de el el, de es be. Kami sebenarnya ingin mencari hotel tepi pantai, namun satu-satunya hotel tepi pantai yang fasilitasnya baik dan harganya masuk akal untuk kami adalah Bukit Berahu, namun sudah full booked. Suami sempat mencari penginapan di tepi pantai Tanjung Kelayang, namun sepertinya fasilitas air bersihnya kurang terakomodasi. Akhirnya, kami memutuskan menginap di hotel di Tanjung Pandan dimana fasilitas lebih terjamin. Selain itu, pakaian  dan toiletries yang dibawa pun sudah harus dipikirikan dari awal, saya membawa pakaian dan keperluan Nadya 3-4 kali lipat dari keperluan saya sendiri karena tentu saja kenyamanan dirinya menjadi prioritas utama.

Dan Alhamdulillah, nadya begitu menikmati Belitung bersama kami. Ia menikmati pantai, laut, pasir, bebatuan, ombak, air, angin, langit, bukit, museum, fosil, ikan, makanan dan perjalanan. Tak ada rewel, tak ada tangis. Yang ada hanya takjub dan terpana akan semua hal baru yang disaksikannya. Ia bertelanjang kaki berlari-lari di atas pasir yang begitu lembut dan bermain air, tertawa setiap kali melihat ombak dan riak ombak itu menyentuh kaki-kaki kecilnya, menikmati semilir angin laut yang menrpa wajah dan rambutnya. Ah, saya bahagia mengetahui bahwa ia gembira.

Kami sempat menghabiskan sore di Pantai Tanjung Kelayang, menikmati senja dan semburat merah yang membuat langit terlihat begitu indah dan kembali lagi keesokan paginya demi menikmati sarapan pagi dan teh bersama sambil mendengarkan suara ombak. Kami pun berkesempatan untuk menyaksikan begitu besar dan gagahnnya bebatuan yang ada di pantai Tanjung Tinggi,  bermain pasir bersama menikmati tenangnya suasana sore pantai Tanjung Binga, menikmati pemandangan laut dari atas bukit berahu dan naik-turun bukit yang membuat betis serasa mau lepas. Untung Nadya digendong ayahnya, saya jadi iri, hehehehehe. Ah, ciptaanmu ya Allah, tak ada yang bisa menandingi.

Tak hanya pantai, Nadya juga menikmati setiap hal yang ditemuinya. Museum Kata Andrea Hirata, SD Muhammadiyah Gantong, poster, buku-buku, sepeda jadul, ruang kelas, papan tulis, bangku sekolah, kopi, tungku bahkan pasir di halaman sekolah. Saya dan ayahnya mengajaknya duduk di bangku sekolah yang terbuat dari kayu dan bernyanyi bersama di ruang kelas menyanyikan lagu andalannya. Ia berputar-putar melewati koidor diantara bangku- bangku, terpana melihat papan tulis kapur hitam, lemari piala, dan meja guru. Tak ada hal yang biasa baginya, semua istimewa.

Pagi hari terakhir di Belitung, kami kembali menuju  pantai bahkan sebelum hari terang untuk menikmati pagi. Dan Nadya tetap terpana, tetap kagum setiap kali melihat ombak berkejaran, tetap tertawa bila riak ombak itu menyentuh kaki-kaki kecilnya. Sarapan pagi di pantai terasa begitu istimewa. Makan nasi goreng seafood dan indomie kuah sambil menyeruput air teh bersama orang-orang terkasih. Nadya menikmati setiap tegukan teh yang kami berikan kepadanya. Hari terakhir bersama di belitung ini terasa begitu indah.
 
Tetaplah mencinta akan semua keindahan Yang Maha Pencipta, sayang. 
Tetaplah memuja pada semua lukisan-Nya. 
Tetaplah mencinta dan  memuja  semesta,  meski dunia tak lagi terpana.































-Dian, a mother, A wife,  forever a traveller wanna be-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar