17 Januari 2015

Menuju Dua Tahun

04 Januari 2014, Hanifa Ahsanu Nadiyya kami genap berusia 23 bulan.  Satu bulan menuju usia dua tahun. Usia seorang anak tidak lagi dikategorikan sebagai bayi. Usia dimana  umumnya proses penyapihan dimulai. Menuju dua tahun pula sejak saya menyandang status baru sebagai seorang Ibu. Dan menuju dua tahun pula sejak terakhir kali saya merasa berada di hari-hari tersulit dalam hidup.

Alhamdulillah hirobbil 'alamin. Rasa syukur kami begitu membuncah, Allah begitu baik, begitu pengasih dan begitu penyayang kepada Nadya. Banyak hal terbaik yang kami, tidak dapat sepenuhnya berikan kepadanya. ASI yang sudah terhenti sejak Nadya menginjak usia 6 bulan, saya yang working mom, meninggalkannya lima hari dalam seminggu untuk bekerja dan  Ayah yang tidak dapat setiap hari ditemuinya. Hanya kepada Allah, melalui nenek dan pengasuhnya, kami mempercayakan penjagaan setiap detik untuknya.

Ketika saya hamil dan menyandang predikat calon  ibu baru, ibu muda dan ibu yang belum memiliki banyak pengalaman namun  tentu saja ibu masa kini yang melek teknologi dengan akses internet hanya sejauh satu sentuhan tangan, saya banyak mencari informasi tentang seluk beluk penanganan bayi melalui media online bermodalkan mesin pencari ajaib bernama Google. Dari mulai tips melahirkan, menyusui, penyimpanan ASIP de el el de es be khatam saya baca. Ikut grup sana-sini, bertanya sana-sini, bercita-cita menjadi Ibu idealis yang akan memberikan minimal 2 tahun ASI walaupun tetap sambil bekerja. Rencana terasa begitu matang, ilmu saya terasa cukup untuk menghadapi persalinan dan alat perang pun telah dipersiapkan. Rencana tinggal rencana, ketika semuanya tidak berjalan sesuai apa yang saya harapkan, saya menyadari bahwa teori, ilmu, alat, dan semua persiapan yang ada adalah hanya media, media kita untuk berikhtiar, pada akhirnya semua kembali kepada yang Maha Berkehendak.

Mulai dari rencana melahirkan normal yang tidak terlaksana, hingga dua minggu setelah melahirkan, saya masuk rumah sakit dan harus di bedah kembali. Empat selang terpasang. Selang infus ditangan, selang kateter terpasang dan entah apa nama dua  selang lain yang berada tepat di pinggul saya, dan didalam tubuh saya yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih, saya tak mau tau, terlalu ngeri untuk mengetahui apa fungsinya. Belum juga masuk bekerja, saya sudah tidak dapat menyusui bayi saya dengan sempurna. Nadya pun "tercemar" susu formula sejak bulan pertama dan saya tak punya daya. Dan ah, mohon maaf, donor ASI tidak menjadi pilihan kami dengan berbagai pertimbangan.

Dan terpuruk lah saya. Kala itu saya merasa berada pada masa tersulit. Meski suami menemani, menguatkan, melakukan apapun demi saya, orang tua membei support, keluarga mendoakan, saya tetap merasa begitu jatuh. Buyar sudah semua angan-angan tentang menyusui, ASI ekslusif S1, S2 , S3 dan segala macamnya.

Ditengah jatuh dan terpuruknya saya, saya melihat Nadya. Bayi mungil dan rapuh ini begitu kuat. Di usianya yang baru hitungan hari, yang masih begitu butuh belaian dan kasih sayang, butuh ASI, harus terpisah dengan ibu yang baru saja melahirkannya. Tiba-tiba saya merasa malu. Bukan, seharusnya bukan ini yang saya pikirkan, seharusnya bukan segala tetek bengek harus ASI ekslusif, bukan tentang gagalnya saya menjadi ibu yang baik yang harus saya sesali. Tapi tentang dia, tentang bayi ini, tentang bagaimana usaha kami membesarkannya, memberinya kenyamanan, melindunginya, memnuhi kebutuhannya di tengah segala ujian yang diberikan Allah kepada kami ini.

Tidak ada ASI kala itu, dan rasa syukur saya semakin besar kepada-Nya. Ditengah kepercayaan saya bahwa susu formula adalah hal yang berbahaya untuk bayi, saya hanya bisa pasrah untuk kemudian menjadikan "susu sapi" sebagai makanan utama Nadya ketika itu. Allah memberikan kemudahan dan pertolongan kepada kami lewat susu formula. Ya, lewat susu formula.

Jangan salah paham kepada saya, saya tidak pernah menjadi seorang Ibu yang memuja susu formula dan menyamakannya dengan ASI. Hingga detik ini pun, tidak.  Sekali lagi percayalah bahwa saya tidak pernah menganggap bahwa Susu Formula sama baiknya apalagi lebih baik dari ASI. Jikalau pun nanti kami kembali di beri Allah rezeki anak ke dua, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi hal yang sama dengan yang terjadi pada Nadya. Namun seperti yang saya telah katakan sebelumnnya, bahwa sekeras apapun usaha kita, semuanya kembali kepada Allah yang maha berkehendak. Dan Allah memberikan kami banyak kemudahan di tengah- tengah kesulitan. Dan saya bersyukur atas apapun media atau alat bantu ataupun perantara yang Allah kirirmkan kepada kami.

Alhamdulillah hirobbil 'alamiin. Meski bukan dengan ASI ekslusif, meski "tercemar" susu formula sejak bulan pertama.. Nadya tumbuh dengan baik. Tidak ada masalah berarti pada dirinya hampir dua tahun ini dan doa saya setiap harinya selalu tercurah untuk kesehatan dan keselamatan dirinya untuk hari ini, maupun di masa mendatang. Nadya tumbuh dengan baik dan tidak memiliki permasalahan dalam perkembangan motorik. Dia tengkurap di usia 3 bulan 1 minggu, mulai bertopang pada lutut di usia belum genap 5 bulan dan  merangkak di usia belum genap 6 bulan. Dan di usianya 11 bulan 5 hari, Nadya sudah mampu melangkahkan kaki tanpa merambat ataupun ditatah.

Berat badan dan tinggi seimbang, tidak pernah melewati standar yang ditetapkan departemen kesehatan di buku KMS yang saya dapat dari puskesmas, dan jikalaupun melewati dan tak sesuai standar, saya benar-benar  tak perduli selama dia tumbuh sehat.

Kemampuan berbicaranya termasuk sangat baik. Di usia yang belum genap dua tahun ini, sudah mahir merangkai dua-tiga kata. Motorik kasar berkembang pesat. Berlari, Melompat, menaiki tangga, menaiki sepeda. Motorik halus tak memiliki masalah, Nadya mahir menggunakan sendiok dan sudah bisa menyuap sendiri, minum dari sedotan, gelas dan botol, memegang bolpen ketika belum genap berusia  1,5 tahun serta menyusun balok, membolak balik satu per satu halaman buku dengan baik di usia 19 bulan. Tubuhnya kuat, pilek ataupun demam hanya sesekali. Sampai hari ini, alhamdulillah belum pernah diare dan mudah-mudahan, Insya Allah selalu sehat.

Dan di tengah banyak orang di luar sana yang "meremehkan" anak non ASI, saya begitu bersyukur bahwa Nadya tumbuh sebaik anak ASI, saya tidak bangga kepada diri saya akan hal ini, namun saya begitu bangga akan Nadya. Dia pintar, sehat cepat menyerap banyak hal. Dan segala puji syukur kami panjatkan hanya kepada Allah swt. Allah maha baik, maha pengasih, maha penyayang. Saya pernah merasa diberi Allah cobaan begitu besar. Ketika ibu baru lainnya sibuk dengan bayi mereka, saya berkutat dengan rumah sakit, ruang operasi, rontgen dan tes, dan obat-obatan dan segala macam alat yang terpasang di tubuh. Tubuh lemah karena dua luka operasi  besar yang masih basah, sempat beberapa minggu menggunakan kursi roda sebagai alat bantu karena diri tak mampu menopang berat tubuh.

Dan ini bukan karena saya, kami, susu formula ataupun ASI. Ini semua karena Allah, karena kemurahan-Nya. Bahwa Allah memberikan kemudahan di setiap kesulitan, bahwa Allah memberikan kebebasan bagi hambanya untuk berusaha sesuai syariatnya dan berdoa, namun semua hal terjadi atas kehendak-Nya. Ditengah kesulitan kami akan kesehatan saya, Allah memberikan kemudahan pengasuhan.

Hanya kepada Allah lah kami mohon perlindungan  untukmu di tahun tahun mendatang, Hanifa Ahsanu Nadiyya.

Dan untukmu anakku, doa ayah dan Ibu :
Jadilah manusia yang berilmu namun tak pernah memuja ilmu karena hanya Allah semata yang patut untuk dipunja.
Jadilah manusia berilmu namun jangan sombong karenanya, karena ilmu kita tak sebanding dengan kebesaran-Nya.


Sabtu, 17 Januari 2015 04.05 WIB
-Dian, seorang Ibu-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar