Rencana saya dari dulu setelah melahirkan adalah bahwa saya ingin blog ini berubah menjadi tempat dimana saya bercerita kehidupan sehari-hari saya sebagai seorang Ibu.
Bercerita tentang bagaimana keluarga kecil kami setiap harinya, seru dan repotnya seorang Ibu, tentang makanan pendamping susu Nadya dan tumbuh kembangnya dari bulan ke bulan.
Nyatanya rencana tinggal rencana. Nadya hampir berumur sembilan bulan dan tak satupun tulisan saya tentang perkembangannya terpampang di halaman blog ini.
Ooooooh, how time does fly...
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
saya akan memulainya dari posting ini.
hihihihi.
Oia, berhubung sekarang Nadya sudah sembilan bulan, cerita tentangnya akan saya rekap saja.
Sampai dengan sembilan bulan ini, Nadya termasuk bayi yang pertumbuhan motorik kasarnya tidak mengkhawatirkan bahkan cenderung cepat untuk ukuran bayi seusianya. Meski ada satu-dua hal yang "melenceng" dari buku-buku dan artikel-artikel tumbuh kembang anak. Saya orang yang cukup rajin membaca artikel tumbang anak di internet, meski saya tidak membeli satu pun buku panduan. Saya pun bukan termasuk Ibu yang text book oriented. Selama Nadya sehat, melenceng sedikit dari bayi pada umumnya, no problem buat saya.
Nadya bukan bayi ASI ekslusif.. Sejak bulan pertama, Nadya sudah "tercemar" susu formula.
Saya enggan bercerita apa penyebabnya dan tolong jangan hakimi saya.
Percayalah saya perempuan yang amat sangat sadar akan kodratnya. Saya pun tahu akan pentingnya ASI dan saya tidak pernah menganggap Sufor bisa menggantikan peran ASI dan saya juga bukan Ibu-ibu muda yang egois karena takut PD nya kendor karena menyusui.
Nadya lahir dengan berat bayi pada umumnya 3,1 kg. Namun pada perkembangan selanjutnya Nadya dicap oleh seorang dokter anak nyentrik di kota saya sebagai bayi yang "kegemukan" karena di umur yang belum genap dua bulan tepatnya empat puluh hari, berat Nadya sudah mencapai 4,9 kg . Sang dokter memberikan semacam puyer yang ditebus Ibu saya sebesar Rp.300.000 yang mana menurut saya puyer tersebut amat sangat mahal dan sampai sekarang tetap utuh karena saya terlalu sayang untuk memberikan kepada Nadya karena harganya begitu mahal #Eh...
Nadya memang menunjukkan tanda-tanda bayi gendut. Dia terlihat seperti tanpa leher, pipi tumpah kemana-mana, paha dan betis besar. Di umur 3 bulan, tak ada sedikitpun tanda-tanda ia ingin tengkurap. Mungkin karena badannya yang cukup berat dia malas untuk miring sana miring sini. Tapi di tengah perjalanan menuju usia tiga bulan, saya begitu bersyukur dapat menyaksikan (karena saya working mom yang meninggalkan anak saya untuk bekerja 5 hari dalam seminggu) dan sempat mengabadikan momen momen dimana ia berusaha sekuat tenaga untuk membalik badan. Di usia 3,5 bulan Nadya sudah mampu tengkurap sendiri dan mengangkat kepalanya, meski kadang usahanya itu disertai dengan keringat bercucuran dimana-mana. I'm a proud mama. Sebenarnya bukan tengkurapnya yang membuat saya bangga namun lebih kepada usaha kerasnya yang menurut saya membuat dia terlihat seperti hardworker, bahkan sedari ia masih bayi. Meski bisa tengkurap sendiri, Nadya sama sekali belum bisa membalikkan badan. Dia akan menangis ketika capek namun tak bisa berbalik Ia juga hanya bisa tengkurap ke sisi kanan. Nadya baru bisa berbalik ketika menginjak usia empat bulan. Hingga usianya lima bulan lebih, Nadya akhirnya bisa tengkurap dari kedua sisi.
Setelah mahir tengkurap, Nadya tidak pernah melewati fase merayap. Seperti yang banyak dibicarakan di buku-buku dan artikel fase tumbuh kembang anak bahwa salah satu fase motorik kasar bayi adalah merayap Ia berusaha keras untuk menopang badannya yang besar dengan kedua lututnya. Oia, tubuh Nadya termasuk besar untuk ukuran bayi seusianya. maksud saya besar disini, baik berat maupun panjang tubuhnya di atas rata-rata. Nadya sudah berusaha berjalan dengan lututnya sejak belum genap 6 bulan. Ia akan mengayun-ayun dadanya sambil bertopang dengan tangan dan lututnya. Ia berusaha keras untuk berjalan merangkak, meski satu dua langkah terjatuh kembali. As I've told you, she's a hardworker. Dan di usia 6 bulan, Nadya sudah cukup mantap merangkak meski belum jauh.
Kebanyakan bayi akan duduk terlebih dahulu sebelum bisa merangkak. Namun tidak dengan Nadya. Nadya sudah merangkak dengan baik sejak usia enam bulan, namun Ia "baru" bisa duduk di usia tujuh bulan lebih. See, she's not a text book baby. Sebenarnya Ia sudah berusaha untuk duduk sejak enam bulan lebih namun masih bertopang dengan tangan.Saya pertama kali melihat Nadya duduk sendiri tanpa bertopang ketika usianya tujuh bulan setengah. Hanya sebentar, lebih kurang lima detik saja. Nadya lebih suka merangkak daripada duduk. Berjalan kemana-mana, mengeksplor benda-benda yang dilihatnya. Ia hanya duduk sesekali untuk mengamati dengan lebih teliti benda yang ditemukannya. Ketika bosan, ia akan merangkak lagi mencari mainan baru.
Sejak bisa merangkak dengan lancar dan cukup jauh, Nadya sudah mulai mencari-cari meja, kursi, dinding pintu atau apa saja yang bisa membantunya berdiri. Bahkan sebelum Ia bisa duduk. Waktu itu usianya belum genap tujuh bulan, ketika bermain bersama saya, ia merangkak menjauhi saya dan menuju meja di ruang depan rumah. Ketika sampai, ia bertopang dan berusaha mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Saya cukup kaget melihat perkembangannya. Saya takut kaki-kaki kecil namun kekarnya belum cukup kuat . Saya berusaha menghalanginya dengan memasang tubuh saya, tapi dia terus berusaha menggapai-gapai melewati saya. Dia tidak akan berhnti sampai tujuannya untuk berdiri tercapai. Again, she's a hardworker. Dan di usianya yang belum genap sembilan bulan ini, ia sudah mahir berdiri bertopang, bahkan sesekali melepas pegangannya. merambat sedikit demi sedikit dan memanjat menaiki tangga.
That's my daughter. She's a hard worker. And I'm proud of her...
The so-called mom's blog. Berisikan cerita-cerita biasa dari seorang perempuan bekerja yang begitu bangga menyatakan bahwa dirinya adalah seorang mama.
30 Oktober 2013
29 Oktober 2013
Yang Tercinta
Blog ini begitu lama terbengkalai.
Lima Bulan Sepuluh Purnama sudah.
Sok sastrawan saya.
Banyak hal yang membuat ruang ini terbengkalai, berdebu dan tak tersentuh.
Mungkin saya bosan, malas dan tak punya bahkan secuil saja keinginan untuk kembali menulis di sini.
Sebenarnya kepala saya penuh dengan semua hal yang terjadi selama setahun terakhir.
Puluhan cerita, ratusan paragraf dan ribuan kata yang berdesakkan ingin keluar.
Dan, kamu tahu?
kamu dan kamu.
Iya, kalian.
Tokoh utama dari semua cerita yang terjadi dalam hidup saya.
kamu..
yang selama dua tahun ini bersama saya
meski begitu banyak hari yang kita lalui tanpa bertatap muka.
kamu..
dimana saya mempercayakan setengah hidup saya untuk dihabiskan bersama
kamu..
laki-laki yang memberi saya cinta, meski hingga sekarang tak pernah memberi saya bunga :-D
kamu..
ayah anak-anak kita..
dan tentu saja kamu..
yang awal februari kemarin terlahir ke dunia dan merubah hidup saya.
yang tanggal lahirnya sama dengan ayahnya
yang membuat saya memutuskan untuk dipanggil mama
yang kami namai Hanifa Ahsanu Nadiyya.
Iya, kalian berdua...
Lima Bulan Sepuluh Purnama sudah.
Sok sastrawan saya.
Banyak hal yang membuat ruang ini terbengkalai, berdebu dan tak tersentuh.
Mungkin saya bosan, malas dan tak punya bahkan secuil saja keinginan untuk kembali menulis di sini.
Sebenarnya kepala saya penuh dengan semua hal yang terjadi selama setahun terakhir.
Puluhan cerita, ratusan paragraf dan ribuan kata yang berdesakkan ingin keluar.
Dan, kamu tahu?
kamu dan kamu.
Iya, kalian.
Tokoh utama dari semua cerita yang terjadi dalam hidup saya.
kamu..
yang selama dua tahun ini bersama saya
meski begitu banyak hari yang kita lalui tanpa bertatap muka.
kamu..
dimana saya mempercayakan setengah hidup saya untuk dihabiskan bersama
kamu..
laki-laki yang memberi saya cinta, meski hingga sekarang tak pernah memberi saya bunga :-D
kamu..
ayah anak-anak kita..
dan tentu saja kamu..
yang awal februari kemarin terlahir ke dunia dan merubah hidup saya.
yang tanggal lahirnya sama dengan ayahnya
yang membuat saya memutuskan untuk dipanggil mama
yang kami namai Hanifa Ahsanu Nadiyya.
Iya, kalian berdua...
![]() |
06 Mei 2013
daughters
This miracle God gave to me,
Gives me strength when I am weak,
I find reason to believe,
In my daughter's eyes
[in my daughter's eyes- Martina Mc Bride]
Isn't she pretty
Truly the angel's best
Boy, I'm so happy
We have been heaven blessed
I can't believe what God has done
Through us God has given life to one
But isn't she lovely made from love
[isn't she lovely- Stevie Wonder]
Someday, some boy will come and ask me for your hand.
But I won't say "yes" to him unless I know, he's the half
that makes you whole, he has a poet's soul, and the heart of a man's man.
I know he'll say that he's in love.
But between you and me. He won't be good enough!
[my little girl- Tim Mc Graw]
He lays down there beside her
‘Til her eyes are finally closed
And just watchin’ her it breaks his heart
Cause he already knows
It won’t be like this for long
One day soon that little girl is gonna be
All grown up and gone
Yeah, this phase is gonna fly by
So, he's tryin’ to hold on
‘Cause it won’t be like this for long
[It won't be like this for long- Darius Rucker]
Fathers, be good to your daughters
Daughters will love like you do
Girls become lovers who turn into mothers
So mothers, be good to your daughters too
[daughters- John Mayer]
So let them be little 'cause they're only that way for a while
Give them hope, give them praise, give them love every day
Let them cry, let them giggle, let them sleep in the middle
Oh just let them be little.
[Let Them be Litle- Billy Dean]
Hanifa Ahsanu Nadiyya,
when the time has come for you to be able to understand words and things
i want you to know that even as a parents, we couldn't give you perfect love as beautiful as those songs
but we DO love you
so very much that nothing can describe it
and we're so sorry for every single second you have, are, and will spend without us.
Bulan Pertama : Hospital days
Sejak hari pertama kamu tiba di dunia, Aku menjadi begitu akrab
dengan Rumah Sakit. Karena sesuatu dan lain hal yang berada di luar
kuasa kita, butuh hampir satu bulan lamanya bagiku untuk keluar dari
sana dan akhirnya bisa menghabiskan banyak saat bersamamu. Waktu yang
tidak singkat memang.
Hari pertama itu, aku belum bisa seutuhnya bersamamu. Aku hanya sempat menciummu sesaat setelah tim dokter mengeluarkanmu dari rahimku. Seharian itu, kamu dibawa ke ruang perawatan bayi dan aku di kamar istirahat. Aku masih berada dibawah pengaruh anestesi sehingga gerakan tubuhku begitu terbatas.
Aku belum puas melihatmu. Aku meminta ayahmu ke ruang bayi untuk mengambil foto dan video dirimu. Kamu sedang tertidur.
Esoknya, kamu dibawa kepadaku dan aku bisa puas melihat dan memelukmu meski belum bisa menggendongmu. Kamu mirip aku, terutama hidungmu hahaha. Tangismu kencang. Kakimu kuat dan tendanganmu cukup merepotkan.
Aku belum benar-benar bisa mengurusmu. Jahitan luka operasi membuatku harus lebih berhati-hati. Ayahmu mengganti popok dan memasang bedongmu. Ia kerepotan, sayang. Selalu salah memasang bedong. Baru dipasang sebentar pasti dengan mudahnya bisa kamu lepaskan. Maklum saja Sayang, kami newbie.
Dua hari, aku baru bisa berjalan dan menggendongmu meski sambil duduk. Mulai menyusui dirimu, meski hanya sedikit yang kamu dapat. ASI-ku belum lancar. Kamu menangis kencang. Ayahmu menggendong dan menenangkan, namun tangismu tak kunjung reda. Membuat aku dan ayahmu panik. Kami bukan orang tua yang pintar, Sayang. Meski kata orang bayi menangis wajar tapi yang kami lihat adalah, bayi kami menangis lapar. Kami pun menambah memberimu susu lain. Dan kamu pun (sepertinya) kenyang, tenang dan tidur dengan pulasnya.
Seminggu di RS, kita pulang ke rumah. Aku mulai mengurusmu, menggendongmu. ASI sudah lancar. Aku mulai memberikan secara exclusif tanpa ada tambahan. Kamu termasuk bayi yang kuat mimiknya. Seperti bayi pada umumnya, kamu membuat kami begadang-boleh-saja-kalau-ada-perlunya.
Seminggu, aku baru mulai untuk mengerti dirimu. Tapi ternyata, ada sesuatu yang tidak beres di tubuhku yang mengharuskan aku untuk kembali masuk ke gedung bernama Rumah Sakit itu.
Dua hari pertama, kamu masih ikut bersamaku menginap disana. Aku masih bisa menyusuimu. Namun hari-hari berikutnya, kami memutuskan agar kamu di rumah saja, karena tidak baik bagimu untuk terlalu lama berada di Rumah Sakit. Gede (nenek-bahasa dusun) akan merawatmu dengan penuh kasih sayang.
Kamu masih sempat menikmati ASI, ASI yang kuperah. Namun hari-hari selanjutnya kamu diberi susu formula. Aku bukan termasuk ibu yang idealis terhadap ASI. Namun, tetap saja tidak dapat menyusuimu langsung adalah hal menyedihkan bagiku. Dan tentu saja kerugian bagimu untuk mendapatkan nutrisi terbaik.
Setiap hari gede mengajakmu menjengukku, kamu kususui setiap kali datang. Kata gede kamu jarang rewel. Kamu ikut gede ke sekolah, karena di rumah tak ada pengasuh. Kamu tahu aku sedang sakit, jadi tak mau merepotkan gede. Kamu anak baik.
Rasanya, semakin hari kamu semakin berubah. Profil wajahmu yang awalnya seperti akan mirip aku perlahan-lahan berubah mirip ayahmu. Ah, anak gadis memang kadang lebih mirip ayahnya.
Oh, aku tak bisa banyak bercerita tentang pola tidur malammu. Tapi kata gede, malam hari pun kamu tak rewel. Cepat tertidur asal perutmu kenyang. Kamu pintar.
Oia, ketika umurmu tiga puluh hari ayahmu dan gede lanang mencukur rambutmu. Cukuran rambutmu di Rumah Sakit ketika kamu sedang tertidur. Kepalamu lembut sekali. Hati-hati takut mereka berdua mencukurnya. Rambutmu dicukur habis, kamu sama sekali tidak terganggu dan tetap tertidur pulas. Kamu seperti aku!
Sebulan usiamu ketika itu. Dan aku masih di Rumah Sakit.
Tapi sebentar lagi aku pulang. Tak sabar untuk menghabiskan banyak saat ku bersamamu.
Hari pertama itu, aku belum bisa seutuhnya bersamamu. Aku hanya sempat menciummu sesaat setelah tim dokter mengeluarkanmu dari rahimku. Seharian itu, kamu dibawa ke ruang perawatan bayi dan aku di kamar istirahat. Aku masih berada dibawah pengaruh anestesi sehingga gerakan tubuhku begitu terbatas.
Aku belum puas melihatmu. Aku meminta ayahmu ke ruang bayi untuk mengambil foto dan video dirimu. Kamu sedang tertidur.
Esoknya, kamu dibawa kepadaku dan aku bisa puas melihat dan memelukmu meski belum bisa menggendongmu. Kamu mirip aku, terutama hidungmu hahaha. Tangismu kencang. Kakimu kuat dan tendanganmu cukup merepotkan.
Aku belum benar-benar bisa mengurusmu. Jahitan luka operasi membuatku harus lebih berhati-hati. Ayahmu mengganti popok dan memasang bedongmu. Ia kerepotan, sayang. Selalu salah memasang bedong. Baru dipasang sebentar pasti dengan mudahnya bisa kamu lepaskan. Maklum saja Sayang, kami newbie.
Dua hari, aku baru bisa berjalan dan menggendongmu meski sambil duduk. Mulai menyusui dirimu, meski hanya sedikit yang kamu dapat. ASI-ku belum lancar. Kamu menangis kencang. Ayahmu menggendong dan menenangkan, namun tangismu tak kunjung reda. Membuat aku dan ayahmu panik. Kami bukan orang tua yang pintar, Sayang. Meski kata orang bayi menangis wajar tapi yang kami lihat adalah, bayi kami menangis lapar. Kami pun menambah memberimu susu lain. Dan kamu pun (sepertinya) kenyang, tenang dan tidur dengan pulasnya.
Seminggu di RS, kita pulang ke rumah. Aku mulai mengurusmu, menggendongmu. ASI sudah lancar. Aku mulai memberikan secara exclusif tanpa ada tambahan. Kamu termasuk bayi yang kuat mimiknya. Seperti bayi pada umumnya, kamu membuat kami begadang-boleh-saja-kalau-ada-perlunya.
Seminggu, aku baru mulai untuk mengerti dirimu. Tapi ternyata, ada sesuatu yang tidak beres di tubuhku yang mengharuskan aku untuk kembali masuk ke gedung bernama Rumah Sakit itu.
Dua hari pertama, kamu masih ikut bersamaku menginap disana. Aku masih bisa menyusuimu. Namun hari-hari berikutnya, kami memutuskan agar kamu di rumah saja, karena tidak baik bagimu untuk terlalu lama berada di Rumah Sakit. Gede (nenek-bahasa dusun) akan merawatmu dengan penuh kasih sayang.
Kamu masih sempat menikmati ASI, ASI yang kuperah. Namun hari-hari selanjutnya kamu diberi susu formula. Aku bukan termasuk ibu yang idealis terhadap ASI. Namun, tetap saja tidak dapat menyusuimu langsung adalah hal menyedihkan bagiku. Dan tentu saja kerugian bagimu untuk mendapatkan nutrisi terbaik.
Setiap hari gede mengajakmu menjengukku, kamu kususui setiap kali datang. Kata gede kamu jarang rewel. Kamu ikut gede ke sekolah, karena di rumah tak ada pengasuh. Kamu tahu aku sedang sakit, jadi tak mau merepotkan gede. Kamu anak baik.
Rasanya, semakin hari kamu semakin berubah. Profil wajahmu yang awalnya seperti akan mirip aku perlahan-lahan berubah mirip ayahmu. Ah, anak gadis memang kadang lebih mirip ayahnya.
Oh, aku tak bisa banyak bercerita tentang pola tidur malammu. Tapi kata gede, malam hari pun kamu tak rewel. Cepat tertidur asal perutmu kenyang. Kamu pintar.
Oia, ketika umurmu tiga puluh hari ayahmu dan gede lanang mencukur rambutmu. Cukuran rambutmu di Rumah Sakit ketika kamu sedang tertidur. Kepalamu lembut sekali. Hati-hati takut mereka berdua mencukurnya. Rambutmu dicukur habis, kamu sama sekali tidak terganggu dan tetap tertidur pulas. Kamu seperti aku!
Sebulan usiamu ketika itu. Dan aku masih di Rumah Sakit.
Tapi sebentar lagi aku pulang. Tak sabar untuk menghabiskan banyak saat ku bersamamu.
26 Maret 2013
untuk Nadiyya
Sudah 49 hari sejak peristiwa dini hari itu. Kamu pun sekarang
telah tumbuh menjadi bayi perempuan cantik ber-pipi gimbul yang lucu.
Tapi, tak apa-apa, tidak mengurangi antusiasku untuk bercerita tentang
kedatanganmu ke duniaku.
04 Februari 2013 dini hari, adalah waktu yang aku rencanakan untuk menelpon ayahmu dan menjadi orang pertama yang memberi ucapan di hari lahirnya. Tapi beberapa menit sebelum itu, aku merasakan mules yang teramat sangat. Kupikir aku ingin buang hajat. Ternyata, gerakanmu-lah penyebabnya. Kamu pun memberi tanda merah bahwa kamu sudah ingin keluar melihat dunia.
"Mas, aku mules. Keluar flek". Aku menelpon ayahmu. Melupakan hari ulang tahunnya. Ayahmu langsung menyuruhku untuk membangunkan kakek-nenek dan segera ke rumah sakit, namun entah mengapa belum kulakukan karena aku merasa mules ini biasa saja, tidak lebih sakit dari nyeri bulananku. Pukul tiga dini hari, baru kubangunkan kakek-nenek, memberitahu bahwa aku mules dan keluar flek. Mereka langsung bersiap membawaku ke RS, aku masih berkata "kagek be buk berangkatnyo, pagi be. Idak pulo sakit nian". Tapi sejurus kemudian rasa itu mulai tak tertahankan dan kami langsung berangkat.
Di ruang UGD, sang bidan mengatakan bahwa sudah bukaan lengkap, dan 1-2 jam lg bayinya akan lahir. Wow, surprise, bukaan lengkap? Kapan bukaan 1,2,3 dst? Aku mulai mengumpulkan tenaga dan komat kamit berucap doa yg bisa kuingat.
Aku dibawa ke ruang tindakan, dan kamu tahu, waktu itu rasa sakit sampai ke ubun-ubun. Tasbih, tahmid, takbir dan tahlil semua terucap. Namun sang bidan belum mengarahkan untuk mengejan. Ternyata meski bukaan sudah lengkap, kamu belum mau turun, Sayang. Kepalamu sama sekali belum terlihat.
Satu jam, dua jam terlewati. Hingga pagi tiba, menjelang siang, dan siang, kamu belum juga mau turun. Aku masih keukeuh untuk melahirkanmu dengan normal. Bukannya apa-apa, aku takut di operasi. Membayangkan ada benda tajam mengiris tubuh membuatku bergidik.
Namun, rasa sakit itu mulai tak tertahankan. Semua ucapan yang tadinya lirih mulai keluar dengan volume teriakan. Nenekmu sudah tidak tahan melihat kesakitanku, dan memutuskan untuk dilakukan SC. Ayahmu saat itu masih dalam perjalanan dan belum sampai di RS untuk menemani. Aku pun menyetujui untuk dicaesar. Ketakutan itu akhirnya kalah terhadap rasa sakit.
Dan akhirnya aku di operasi. Ternyata,aku tidak dibius total dan masih sadar dan dapat mendengar suara-suara tim dokter yg melakukan tindakan. Tidak berapa lama aku mendengar suara tangis kencangmu dan aku sempat melihat jam dinding di ruang operasi menunjukkan pukul satu siang.
Suster memperlihatkanmu kepadaku. Kamu merah. Aku menciummu. Kamu menangis. Aku menangis. Kamu anakku. Aku mencintaimu.
04 Februari 2013 - 13.00
Hari ini tanggal lahir ayahmu, Nak. Dan kamu amanah terhebat dan terindah dari Allah untuknya, untukku, untuk kami.
Hanifa Ahsanu Nadiyya.
Doa kami untukmu agar kamu menjadi manusia yang lurus jalannya menuju tempat yang baik dan indah.
Aamiin, aamiin, aamiin.
04 Februari 2013 dini hari, adalah waktu yang aku rencanakan untuk menelpon ayahmu dan menjadi orang pertama yang memberi ucapan di hari lahirnya. Tapi beberapa menit sebelum itu, aku merasakan mules yang teramat sangat. Kupikir aku ingin buang hajat. Ternyata, gerakanmu-lah penyebabnya. Kamu pun memberi tanda merah bahwa kamu sudah ingin keluar melihat dunia.
"Mas, aku mules. Keluar flek". Aku menelpon ayahmu. Melupakan hari ulang tahunnya. Ayahmu langsung menyuruhku untuk membangunkan kakek-nenek dan segera ke rumah sakit, namun entah mengapa belum kulakukan karena aku merasa mules ini biasa saja, tidak lebih sakit dari nyeri bulananku. Pukul tiga dini hari, baru kubangunkan kakek-nenek, memberitahu bahwa aku mules dan keluar flek. Mereka langsung bersiap membawaku ke RS, aku masih berkata "kagek be buk berangkatnyo, pagi be. Idak pulo sakit nian". Tapi sejurus kemudian rasa itu mulai tak tertahankan dan kami langsung berangkat.
Di ruang UGD, sang bidan mengatakan bahwa sudah bukaan lengkap, dan 1-2 jam lg bayinya akan lahir. Wow, surprise, bukaan lengkap? Kapan bukaan 1,2,3 dst? Aku mulai mengumpulkan tenaga dan komat kamit berucap doa yg bisa kuingat.
Aku dibawa ke ruang tindakan, dan kamu tahu, waktu itu rasa sakit sampai ke ubun-ubun. Tasbih, tahmid, takbir dan tahlil semua terucap. Namun sang bidan belum mengarahkan untuk mengejan. Ternyata meski bukaan sudah lengkap, kamu belum mau turun, Sayang. Kepalamu sama sekali belum terlihat.
Satu jam, dua jam terlewati. Hingga pagi tiba, menjelang siang, dan siang, kamu belum juga mau turun. Aku masih keukeuh untuk melahirkanmu dengan normal. Bukannya apa-apa, aku takut di operasi. Membayangkan ada benda tajam mengiris tubuh membuatku bergidik.
Namun, rasa sakit itu mulai tak tertahankan. Semua ucapan yang tadinya lirih mulai keluar dengan volume teriakan. Nenekmu sudah tidak tahan melihat kesakitanku, dan memutuskan untuk dilakukan SC. Ayahmu saat itu masih dalam perjalanan dan belum sampai di RS untuk menemani. Aku pun menyetujui untuk dicaesar. Ketakutan itu akhirnya kalah terhadap rasa sakit.
Dan akhirnya aku di operasi. Ternyata,aku tidak dibius total dan masih sadar dan dapat mendengar suara-suara tim dokter yg melakukan tindakan. Tidak berapa lama aku mendengar suara tangis kencangmu dan aku sempat melihat jam dinding di ruang operasi menunjukkan pukul satu siang.
Suster memperlihatkanmu kepadaku. Kamu merah. Aku menciummu. Kamu menangis. Aku menangis. Kamu anakku. Aku mencintaimu.
04 Februari 2013 - 13.00
Hari ini tanggal lahir ayahmu, Nak. Dan kamu amanah terhebat dan terindah dari Allah untuknya, untukku, untuk kami.
Hanifa Ahsanu Nadiyya.
Doa kami untukmu agar kamu menjadi manusia yang lurus jalannya menuju tempat yang baik dan indah.
Aamiin, aamiin, aamiin.
04 Januari 2013
Untuk Kamu Baca Suatu Hari Nanti
Kamu tahu, sayang?
Mama suka sekali bercerita lewat tulisan. Terutama ketika kamu masih di dalam kandungan.
Mama kadang menulis surat.
Akan ada surat-surat di ruang ini yang Mama tulis khusus untukmu. Untuk kamu baca nantinya ketika kamu setidaknya sudah mampu membaca terlebih lagi ketika kamu sudah bisa mengerti.
Ah, Itu Foto kamu di dalam sayang, 34 minggu usiamu waktu itu.
Kamu meringkuk tertidur pulas, damai sekali kelihatannya.
Dan disebelah itu, Foto Ayah yang Mama ambil pagi-pagi sebelum terbangun.
Mirip kan, kalian?? hihihihi
Tentu saja, kalian ayah dan anak.
Dan Mama sayang kalian :-)
Mama suka sekali bercerita lewat tulisan. Terutama ketika kamu masih di dalam kandungan.
Mama kadang menulis surat.
Akan ada surat-surat di ruang ini yang Mama tulis khusus untukmu. Untuk kamu baca nantinya ketika kamu setidaknya sudah mampu membaca terlebih lagi ketika kamu sudah bisa mengerti.
Ah, Itu Foto kamu di dalam sayang, 34 minggu usiamu waktu itu.
Kamu meringkuk tertidur pulas, damai sekali kelihatannya.
Dan disebelah itu, Foto Ayah yang Mama ambil pagi-pagi sebelum terbangun.
Mirip kan, kalian?? hihihihi
Tentu saja, kalian ayah dan anak.
Dan Mama sayang kalian :-)
Langganan:
Postingan (Atom)