Sejak hari pertama kamu tiba di dunia, Aku menjadi begitu akrab
dengan Rumah Sakit. Karena sesuatu dan lain hal yang berada di luar
kuasa kita, butuh hampir satu bulan lamanya bagiku untuk keluar dari
sana dan akhirnya bisa menghabiskan banyak saat bersamamu. Waktu yang
tidak singkat memang.
Hari pertama itu, aku belum bisa seutuhnya bersamamu. Aku hanya
sempat menciummu sesaat setelah tim dokter mengeluarkanmu dari rahimku.
Seharian itu, kamu dibawa ke ruang perawatan bayi dan aku di kamar
istirahat. Aku masih berada dibawah pengaruh anestesi sehingga gerakan
tubuhku begitu terbatas.
Aku belum puas melihatmu. Aku meminta ayahmu ke ruang bayi untuk mengambil foto dan video dirimu. Kamu sedang tertidur.
Esoknya, kamu dibawa kepadaku dan aku bisa puas melihat dan
memelukmu meski belum bisa menggendongmu. Kamu mirip aku, terutama
hidungmu hahaha. Tangismu kencang. Kakimu kuat dan tendanganmu cukup
merepotkan.
Aku belum benar-benar bisa mengurusmu. Jahitan luka operasi
membuatku harus lebih berhati-hati. Ayahmu mengganti popok dan memasang
bedongmu. Ia kerepotan, sayang. Selalu salah memasang bedong. Baru
dipasang sebentar pasti dengan mudahnya bisa kamu lepaskan. Maklum saja
Sayang, kami newbie.
Dua hari, aku baru bisa berjalan dan menggendongmu meski sambil
duduk. Mulai menyusui dirimu, meski hanya sedikit yang kamu dapat.
ASI-ku belum lancar. Kamu menangis kencang. Ayahmu menggendong dan
menenangkan, namun tangismu tak kunjung reda. Membuat aku dan ayahmu
panik. Kami bukan orang tua yang pintar, Sayang. Meski kata orang bayi
menangis wajar tapi yang kami lihat adalah, bayi kami menangis lapar.
Kami pun menambah memberimu susu lain. Dan kamu pun (sepertinya)
kenyang, tenang dan tidur dengan pulasnya.
Seminggu di RS, kita pulang ke rumah. Aku mulai mengurusmu,
menggendongmu. ASI sudah lancar. Aku mulai memberikan secara exclusif
tanpa ada tambahan. Kamu termasuk bayi yang kuat mimiknya. Seperti bayi
pada umumnya, kamu membuat kami begadang-boleh-saja-kalau-ada-perlunya.
Seminggu, aku baru mulai untuk mengerti dirimu. Tapi ternyata, ada
sesuatu yang tidak beres di tubuhku yang mengharuskan aku untuk kembali
masuk ke gedung bernama Rumah Sakit itu.
Dua hari pertama, kamu masih ikut bersamaku menginap disana. Aku
masih bisa menyusuimu. Namun hari-hari berikutnya, kami memutuskan agar
kamu di rumah saja, karena tidak baik bagimu untuk terlalu lama berada
di Rumah Sakit. Gede (nenek-bahasa dusun) akan merawatmu dengan penuh
kasih sayang.
Kamu masih sempat menikmati ASI, ASI yang kuperah. Namun hari-hari
selanjutnya kamu diberi susu formula. Aku bukan termasuk ibu yang
idealis terhadap ASI. Namun, tetap saja tidak dapat menyusuimu langsung
adalah hal menyedihkan bagiku. Dan tentu saja kerugian bagimu untuk
mendapatkan nutrisi terbaik.
Setiap hari gede mengajakmu menjengukku, kamu kususui setiap kali
datang. Kata gede kamu jarang rewel. Kamu ikut gede ke sekolah, karena
di rumah tak ada pengasuh. Kamu tahu aku sedang sakit, jadi tak mau
merepotkan gede. Kamu anak baik.
Rasanya, semakin hari kamu semakin berubah. Profil wajahmu yang
awalnya seperti akan mirip aku perlahan-lahan berubah mirip ayahmu. Ah,
anak gadis memang kadang lebih mirip ayahnya.
Oh, aku tak bisa banyak bercerita tentang pola tidur malammu. Tapi
kata gede, malam hari pun kamu tak rewel. Cepat tertidur asal perutmu
kenyang. Kamu pintar.
Oia, ketika umurmu tiga puluh hari ayahmu dan gede lanang mencukur
rambutmu. Cukuran rambutmu di Rumah Sakit ketika kamu sedang tertidur.
Kepalamu lembut sekali. Hati-hati takut mereka berdua mencukurnya.
Rambutmu dicukur habis, kamu sama sekali tidak terganggu dan tetap
tertidur pulas. Kamu seperti aku!
Sebulan usiamu ketika itu. Dan aku masih di Rumah Sakit.
Tapi sebentar lagi aku pulang. Tak sabar untuk menghabiskan banyak saat ku bersamamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar