08 April 2016

Nadya, Uttaran dan Dunia per televisian kita saat ini

Judulnya lumayan serius, tapi percayalah bahwa tulisan ini sama sekali tidak serius.

Jadi beberapa hari yang lalu, saya dan beberapa teman kantor mengobrol perihal dunia per televisian nasional yang saat ini sedang dikuasai sinetron-sinetron india dan acara-acara kompetisi musik dangdut dan bagaimana orang tua kami  terbawa ke dalam putaran arus acara-acara tersebut. Berhubung dua diantara kami adalah emak-emak beranak balita, jadilah pembicaraan pun merembet seputar anak-anak yang tak urung secara langsung maupun tak langsung ikut menyaksikan.

Teman saya bercerita bagaimana anaknya begitu hafal acar favorit sang Nenek, setiap ditanya "apa acara favorit nenek?" maka terdengarlah dari mulut sang anak jingle acara tersebut. Kemudian saya pun bercerita bahwa anak saya tahu betul jika jingle Uttaran bergema, ia akan segera memanggil Ibu saya "gede, gede Uttaraaaaaaaaaannnnn"atau ketika muncul iklan serial tersebut di televisi yang menampilkan pemeran utama pria dan wanita, ia akan segera berteriak "gede, gede, ada Ica Vir Sing Bundela"

Dan kami pun tertawa bersama. Sungguh, obrolan yang tak penting.....

 

04 Maret 2016

Disuapin Pake Tangan

Judulnya agak membingungkan ya? Memangnya ada yang nyuapin pake kaki? :-D

Jadi waktu kecil, saya pasti makan banyak kalo Ibu saya nyuapin pake tangan. Maksudnya langsung dari tangan beliau tanpa pake perantara sendok. Makan disini maksudnya makan berat ya, makan nasi plus lauk pauknya yang mana bagi anak kecil seperti saya makanan ringan semacam ciki-cikian dan wafer-waferan lebih menggiurkan. Entah mengapa kalo nyuap sendiri atau Ibu saya nyuapinnya pake sendok, makannya tak sebanyak disuapin pake tangan. Ada dua penjelasan yang bisa saya kemukakan, hanya saja penjelasan ini masih kemungkinan, saya belum mampu membuktikannya. Penjelasan pertama, penjelasan yang sedikit ilmiah : Mungkin ada semacam enzim yang dihasilkan karena persentuhan tangan ibu dengan lidah saya yang membuat makanan terasa lebih enak atau membuat lambung saya tak kenal kata kenyang. Penjelasan ke dua, penjelasan sentimentil : karena  dari tangan itulah segala kasih sayang beliau tercurah, yang mungkin membuat saya ingin makan lagi dan lagi. Apapun penyebabnya hal itu bertahan bahkan hingga saya telah menikah dan punya anak, dua-tiga atau tiga-empat kali, saya masih sempat makan  disuapin Ibu, dan rasanya tetap sama, saya makan dengan lahap dan banyak, walaupun sebenarnya ketika dewasa, porsi makan saya memang lebih banyak dari perempuan kebanyakan.

Dan hal itu pula yang saya coba praktekkan kepada Nadya. Makan dari suapan tangan langsung saya. Awalnya Nadya menolak karena terbiasa disuapin pake sendok. Dia sempat bilang "Mama pake sendok", saya jawab : "sendoknya kotor, tadi jatoh, pake tangan mama aja, ya", dan ia hanya bisa pasrah :-D. Sebenarnya saya berbohong. Sendoknya tidak jatuh dan bersih. Hanya saja, saya tahu Nadya sedikit cerewet soal kebersihan makanan, tubuh dan pakaiannya. Bila mendengar kata-kata kotor, ia akan langsung menurut. Padahal tak ada yang mengajarkannya. Perihal berbohong ini pun sebenarnya ingin saya kurangi. meski "white lie", berbohong tetaplah berbohong. Saya masih berproses kesana, berproses untuk tidak dengan gampang berbohong kecil kepada Nadya hanya karena saya malas memberikan penjelasan panjang lebar dan malas berdebat.



sisa pembantaian :-D























Kembali lagi ke suap menyuap tadi, akhirnya Nadya makan dengan suapan tangan saya. Waktu itu makan nasi putih hangat dengan lauk ikan selar goreng. Fyi, ikan selar goreng adalah salah satu lauk favorit saya ketika kecil. Dan dia makan dengan lahap, nasi di piring dihabiskan, ikan goreng habis  3 ekor dan  minta nambah pula. Ah, saya bahagia tak terkira. Saya merasa telah menjadi Ibu seutuhnya :-D

Oh ya, jangan lupa pastikan tangan kita sebersih mungkin jika ingin menyuapi anak langsung dengan tangan. Cuci tangan dengan menggunakan sabun, bilas dengan air bersih. Pastikan tidak ada sisa kotoran menempel.

Dan bagi yang kidal, jangan pernah nyuapin pake tangan kiri, ya :-D



Dian
-mama Nadya-


Bekas Luka dan Mandi Hujan

        Saya adalah salah satu yang percaya bahwa anak-anak  bisa bermain, berputar, berlari tanpa terlalu banyak larangan dari orang tua. Tentu saja saya sadar bahwa sebagai orang tua keparanoidan akan anak  jatuh, terluka dan lain sebagainya pasti ada. Karena nature orang tua adalah protektif , malah terkadang overprotektif. Hanya saja saya mencoba untuk mensugesti kami- saya dan suami- bahwa  jatuh, luka kecil dan berdarah ringan adalah hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan dan  salah satu bagian tak terpisahkan dari bermain. Meski tentu pengawasan tetap harus diberikan demi menjaga anak-anak kita dari hal-hal yang menjurus ke arah berbahaya.

           Nadya biasa tertawa, berlari-lari hingga capek terkadang hingga terjatuh dan menyisakan lecet di bagian lutut atau telapak tangannya. Namun, saya percaya bahwa hal-hal semacam itu merupakan bagian dari pembelajaran. Luka kecil akan sembuh, lecet akan hilang. Tapi kenangan akan betapa menyenangkan masa-masa dimana ia berlari tertawa bahagia akan selalu berada di sudut memorinya, meski tentu saja ketika dewasa memori masa kecil ini tak akan mampu diingatnya lagi. Dan oh ya, tak perlu khawatir dengan bekas luka. Hal itu adalah salah satu bukti sejarah akan masa kecilnya. Saya sendiri memiliki beberapa bekas luka yang mulai memudar di lutut saya. Dan itu sama sekali tak mengganggu.

           Jika Nadya terjatuh, terantuk atau mengalami beberapa kecelakaan kecil saat dia bermain, kami biasanya langsung berlari mendatangi dan mengecek apakah nadya terluka. Bila ia tak mengalami cidera apapun, kami akan membiarkan ia kembali bermain. Bila ia terluka kecil, kami akan membersihkannya, mengobatinya, memeluknya, menenangkannya serta memberikan kata-kata penghiburan. Namun itu tak membuat kami menghalanginya untuk kembali bermain dan melakukan aktivitasnya. Kami percaya, sedikit rasa sakit  akan membuatnya banyak belajar dan mengerti bahwa ada rasa tidak enak yang bernama  sakit ketika terjatuh, bahwa ada  hal yang bernama luka ketika kulit kita mengalami gesekan yang cukup kuat dengan benda kasar, dan bahwa sakit serta luka itu dapat datang namun bisa hilang. Dan kami pun percaya sedikit luka dan sakit  ini akan membuatnya mampu  memilah dan memilih mana yang berbahaya dan akan menyebabkan terluka dan sakit,  mana yang tidak, mana  yang sebaiknya dihindari karena berbahaya dan mana yang boleh terus dikerjakannya.


Penampakan Bekas Luka Nadya :-D
            Dan ah iya,  satu hal yang merupakan   salah satu surga dunia bagi saya ketika kecil adalah "mandiujan"". Demi melihat hujan turun, saya akan meminta izin kepada Ibu dan langsung berlari keluar menikmati tetesan surga ini. Maka, tak ada hal lain yang lebih membahagiakan saya ketika itu. Nadya pertama kali meminta kepada saya untuk mandi hujan ketika ia bahkan belum genap berusia tiga tahun. Waktu itu, kami bersama ayah dan ibu, kakak ipar serta keponakan saya baru saja pulang dari resepsi pernikahan saudara. Sesampainya di rumah, hujan turun begitu deras. Keponakan saya yang sudah berusia tujuh tahun, Fariha dan Faaiz meminta izin untuk mandi hujan. Melihat kedua sepupunya berlari menuju hujan, Nadya pun tak urung menoleh kepada saya, meminta izin untuk mengikuti jejak mereka. Dan saya pun menganggukan kepala, tanda memberinya izin.



              Suami saya yang waktu itu baru saja membersihkan diri langsung berlari keluar begitu melihat anak perempuan satu-satunya "kehujanan" , menggendongnya dan membawanya masuk. Nadya pun meronta karena keasyikannya terganggu. Saya pun menjelaskan bahwa saya yang memberinya izin. Suami menegur saya, khawatir Nadya sakit. Saya memberi pengertian bahwa tidak apa-apa sekali-sekali mandi hujan. Ketika saya kecil, saya pun terbiasa mandi hujan dan Alhamdulillah, saya jarang sakit. Dan lihatlah betapa riangnya Nadya bermain hujan.

               Suami memang lebih protektif, lebih gampang khawatir terhadap Nadya dibanding saya (Ibu macam apa :-D). Sebenarnya ini hal yang saya syukuri dan banggakan. Saya begitu paham dan maklum akan naluri seorang ayah terhadap anak perempuannya, merawat dan menjaganya bagai gelas kristal yang gampang pecah. Dan begitulah memang seharusnya karena  ayah saya pun  overprotektif  kepada saya bahkan hingga saya dewasa, bahkan hingga sekarang ketika saya telah menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu. Dan tak ada yang salah dengan itu. Kembali lagi ke mandi hujan tadi, Suami akhirnya mengizinkan karena Nadya terus meronta ingin kembali bermain. Alhamdulillah Nadya sehat, tidak ada flu atau demam yang menyusul setelahnya. Ketika terjadi lagi momen mandi hujan ini beberapa bulan kemudian, Suami sudah lebih rileks dan tidak buru-buru mengajak Nadya masuk, malah ikut hujan-hujanan, meski terpaksa  karena harus menghidupkan mesin penyedot air dan  memakai jas hujan :-D.

             Tentu saja, hal-hal semacam ini juga kembali kondisi anak. Bila sang anak memang kondisinya lemah, tidak boleh kecapekan, gampang sakit dan sensitif terhadap udara dingin, sebaiknya memang tidak dibiarkan untuk bermain hingga capek maupun mandi hujan. Intinya bagi orang tua, tak ada hal yang lebih membahagiakan daripada melihat anak tumbuh dengan bahagia, tertawa dan menikmati masa kecilnya, bagaimanapun bentuk dan caranya. Dan bagi saya, yang Alhamdulillah dititipi Allah Nadya yang sampai hari ini (dan mudah-mudahan seterusnya) tidak pernah mengalami masalah kesehatan berarti, bebas bermain dan mandi hujan adalah bagian dari nikmatnya menjadi anak-anak.

Dian
-mama Nadya-