22 Juni 2012

Catatan Perjalanan Jilid I : Lombok Trip

Ini kisah perjalanan saya ketika muda dulu, ketika masih gila-gilanya. Catatan ini saya buat di akhir Tahun 2010 namun belum sempat diselesaikan dan dipublikasikan

Kisah ini terjadi pada pertengahan Tahun 2010, ketika saya pertama kali mendapatkan hak cuti tahunan saya.

Begini ceritanya :

Sedikit nekat dan segenggam tekad ditambah secuil rencana, deskripsi singkat yang pas untuk menggambarkan travelling saya kali ini.
Berangkat sendirian dari Sultan Mahmud Badaruddin II. Pertama kalinya naek pesawat setelah dua tahun dan sendirian! (tanda seru itu lebay cuy…hehe)

Berbagai macam pesan dari Ibu melepas anak gadis satu-satu nya yang akan berangkat menuju Pulau di seberang sana. Salah satu pesan itu berbunyi :
- Ibu : Jangan nyebur-nyebur ke laut, kamu nggak bisa berenang.
saya : Iya bu *cross finger*
(lha, jelas-jelas ini pulau terkenal dengan pantainya bagaimana mungkin tidak ada hasrat main air)

Baiklah, demi menenangkan hati sang Bunda tercinta, semua saya iya kan. Walaupun niat jahat dalam hati untuk melanggar semuanya
(ampuni gadismu ini, Ibu...)

45 menit terbang menuju Soekarno-Hatta yang berdiri megah di Ibukota. Tiga jam transit saya manfaatkan dengan memutari bandara dengan memberinya judul "exploring Soekarna-Hatta", padahal sebenernya cuma muter-muter tanpa arah :-D
Sempat ngobrol dengan adik SMP yang menyarankan saya agar membaca vivanews dot kom, cukup membuat saya merasa punya teman seperjalanan ^^
Akhirnya, menit menit membosankan itu  terlewati tanpa terasa. Rahayu Fitri Purnama Sari, teman kost yang akan menjadi teman setia sepanjang perjalanan pun tiba, pengumuman boarding dari mbak-mbak cantik di ujung microphone sana, dan pesawatpun mengudara.
1 Jam 45 menit di udara dan Selaparang sayup-sayup terlihat di ujung sana. Selaparang tak seperti yang saya bayangkan. Bandara ini begitu kecil, jangankan dibandingkan dengan Sokarno-Hatta, sebanding dengan SMB II pun tidak. Tapi tetap tidak mengurungkan niat kami berdua untuk bernarsis ria selama menunggu jemputan tiba.


Setelah 2 tahun tak bertemu, sahabat tercinta, saudara senasib seperjuangan dalam berjuang menjadi aktivis kost dan tuan rumah yang tempat bermukimnya akan kami jajah selama liburan ini datang menjemput. Saking rindunya, demi melihat tubuh bulat itu tiba kalimat pertama yang saya dan Jajuk ucapkan adalah "Ong, kamu makan apa???"

Sore itu juga bersama teman-teman BPK perwakilan Mataram, kami langsung diajak bersepeda motor ria menuju senggigi.


Speechless.
Itu yang saya rasakan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Pulau ini. Saya seperti orang kampung yang pertama kali melihat sebuah kota.
Tak sanggup berkata apa-apa, bahkan puluhan artikel referensi yang sudah saya baca ketika merencanakan perjalanan ini hanya menggambarkan secuil keindahan maha karya Tuhan yang tertangkap lensa mata, bahkan pocket camera yang saya bawa tidak pernah bisa sempurna menangkap keindahannya, atau mungkin saya memang fotografer amatiran :-D



Senggigi di senja hari. Ah, begitu indah pemandangan ini. Terutama bagi saya yang datang dari daerah yang cuma mengenal sungai musi :-).
Don’t get me wrong, saya tetap bangga akan landmark kota saya itu. Jembatan Ampera yang berdiri megah di atasnya bagi saya sudah seperti Goden Gate di San Fransisco hahahahahaha. Hanya saja, pemandangan baru yang sebelumnya hanya saya lihat di televisi atau di majalah-majalah ini tak bisa dibandingkan dengan sungai musi yang saya cintai :-D

Matahari yang perlahan-lahan turun, memancarkan semburat merah keemasan diujung sana.
Ah, Cantiknya...

senggigi di senja hari


Nyatanya, senggigi hanya kulit luarnya saja. Masih ada hasil karya Tuhan lainnya yang akan membuat saya tak henti-hentinya berucap syukur dapat menyaksikannya langsung.

Foto Gunung Rinjani
Itu danau segara anak. Berada di puncak Gunung Rinjani.
Jangan salah sangka, saya tidak sampai mendaki Dewi Anjani,
 walaupun akan sangat terlihat begitu keren sekali kalau memang saya mendakinya :-)
Itu hanya gambar dari Pos Pendakian di kaki Gunung Rinjani yang kami datangi, tepatnya berada di desa Senaru dan kesanalah kami berpetualang di hari kedua.




Berangkat dari Mataram puku 09 pagi WITA, molor dari rencana awal yang maunya berangkat jam 07 pagi karena wanita-wanita ini tenyata adalah tukang tidur kelas kebo stadium tinggi.
Perjalanan menuju Senaru diisi dengan obrolan dan sesi Budaya Nusantara dengan narasumber si Bapak Sopir yang ternyata adalah orang Lombok asli.

Bagi masyarakat di Pulau Lombok, tidak ada ceritanya anak gadis pergi berdua hingga melewati pukul 10 malam bersama teman laki-lakinya. Bila itu terjadi, bersiap-siaplah untuk segera dibawa ke hadapan penghulu dan mengucapkan janji suci pernikahan. Namun kemudian, pada perkembangan selanjutnya, hal ini dimanfaatkan bagi para sepasang kekasih yang tidak direstui untuk mencari celah agar direstui.

Ritual ini sering dinamakan “penculikan”. Si laki-laki berpura-pura menculik sang perempuan yang sebenarnya pergi secara sukarela. Pada akhirnya mereka akan pulang dengan sendirinya dan karena “penculikan” telah terjadi, mau tidak mau orang tua harus merestui, bila tetap tidak direstui bersiap-siaplah untuk dibawa ke pengadilan adat dan bersiap-siap pula menerima kenyataan bahwa sang anak akan menjadi “tidak laku” karena sudah pernah dibawa oleh laki-laki lain.
Hmmm, adat yang cukup unik. Saya sendiri tidak pernah terfikir untuk menikah dengan cara seperti itu hehehehehe.

Perjalanan menuju Senaru memakan waktu lebih kurang 2 jam. Sepanjang perjalanan saya tidak rela membiarkan mata ini terpejam. Pemandangan di luar sana terlalu indah untuk diabaikan. Hutan-hutan tropis lebat diatas perbukitan, sawah-sawah yang masih hijau terhampar luas, padang rumput di beberapa bagian dan tentu saja laut lepas yang biru di sepanjang sisinya. Bagaimana bisa saya membiarkan mata ini terpejam, walaupun rasa kantuk kadang-kadang cukup menggoda kelopak mata.

Tiga Petualang
Senaru adalah sebuah desa yang didalamnya bermukim Suku Sasak, suku asli Pulau Lombok. Tapi nanti dulu, sebelum masuk ke bagian suku Sasak, saya akan bercerita tentang perjalanan kami mendaki dan menuruni bukit taman wisata demi melihat air terjun terbesar di Pulau Lombok bernama Sindanggile. Untuk mencapai air terjun ini-bagi tiga perempuan yang belum berpengalaman dengan hal-hal jelajah alam- cukup melelahkan walaupun tangga-tangga permanen yang cukup membantu sudah banyak disediakan. Namun, pegal dan capek itu tidak terasa karena kami lalui bersama-sama dan cukup terbayar dengan pemandangan hutan tropis nan alami di sepanjang perjalanan, sungai kecill dimana air jernih mengalir segar yang kami lewati dan tentu saja bernarsis ria bersama-sama \^_^/

Dan tahukah kalian bahwa lelah dan capek itu terbayar lunas setelah menyaksikan betapa terlihat megahnya Sindang Gile ini. Air terjun setinggi (haduh, saya agak goblok kalo soal estimasi ketinggian, yang jelas amat sangat jauh lebih tinggi dari tinggi badan saya yang hanya 149,5 cm ^^)

Air Terjun SIndang Gile
Air terjun ini masih begitu alami, bersih. Tidak banyak orang disana ketika itu. Saya puas bermain air disana. Gemuruh suara air terjun, hembusan angin dari hutan yang mengelilinginya. Rasanya benar-benar tidak ingin beranjak.

Puas bermain air, foto-foto sana-sini.Tiga bidadari plus seorang bidadara yang di plot sebagai Fotografer ini pun bersiap kembali ke peradaban. Kembali mengarungi dakian dan turunan. Lelah dan capek itu ternyata baru terasa kemudian. Bahkan sepertinya menggerakkan tubuh pun serasa mengangkat beban berat.

Segera setelah bertemu makanan, kami  pun refresh kembali. Dan siap untuk perjalanan selanjutnya.Tidak sengaja ditengah istirahat kami, kampung tersebut ternyata sedang mengadakan ritual acara pesta pernikahan. Ritual ini cukup unik, mempelai perempuan diarak berjalan kaki menuju ke rumah sang mempelai laki-laki. Bayangkan, betapa capeknya pengantin perempuan ini. Masih mending jika rumah sang pengantin laki-laki berada satu kampung dan hanya kelang satu-dua rumah tapi bila kiloan meter jarak yang ditempuh? Make up luntur dan kaki dengan high-heels di tumit bisa membuat betis kondean seketika.
Sungguh terlalu....

Arak-arakan Pengantin


menampih sekam
Karena rangkaian ritual arak-arakkan pengantin yang memakan waktu cukup lama dan membuat kami terjebak tidak bisa keluar, si bapak sopir berinisiatif mengajak kami mengunjungi perkampungan suku sasak tidak jauh dari sana. Suku ini sepertinya masih cukup tertinggal di tengah kehidupan yang modern. Rumah-rumah mereka terbuat dari jerami (sepertinya) dan si Bapak Sopir berkata bahwa mereka belum hidup dengan listrik. Suku ini beragama Islam namun mereka hanya menjalankan tiga waktu shalat dan mereka menyebutnya waktu tiga. Saya tidak terlalu melihat banyak laki-laki disini. Hanya mengobrol sepintas lalu dengan nenek-nenek yang sedang menampih sekam, serta seorang Ibu bersama anaknya yang sedang melumuri rambut dengan santan. Mungkin ini keramas ala suku sasak.

Arak-arakan selesai, keramaian bubar dan jalan pun terbuka lebar. Lelah membuat kami pun tertidur selama perjalanan pulang.


Oia, hampir lupa.
Malimbu.
mereka menyebutnya begitu.
Sore hari, Matahari kembali ke peraduannya dengan begitu indah, meninggalkan kami yang terpana menatap keanggunannya, menampilkan lukisan Tuhan yang tak satu pelukis besar pun  mampu menandinginya.

Pemandangan di Malimbu

The Gilis

Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air. Tiga pulau kecil di Nusa Tenggara Barat yang (ternyata) begitu terkenal. Saya baru tw tentang ketiga pulau kecil yang terpisah dari Pulau Lombok itu setelah bertanya pada Om Google.
Gili Trawangan, pulau terbesar diantara tiga pulau kecil ini, yang mendapat kehormatan untuk kami datangi :-P. Selain memiliki akses yang paling mudah, cukup dengan menumpang public boat seharga sepuluh ribu sekali menyebrang, Trawangan juga memiliki fasilitas paling lengkap. Transportasi, penginapan, tempat penyewaan peralatan snorkling dan diving tersedia lengkap. Namun, jangan berharap untuk menemukan kendaraan bermotor disini. Seperti yang telah banyak diceritakan oleh puluhan artikel yang dapat ditemukan di Google search, Pulau ini bebas asap kendaraan bermotor. Yang ada hanyalah kereta kuda sejenis delman yang disebut cidomo dan sepeda yang tempat penyewaannya dapat dengan mudah ditemukan disekitar Pulau.
Saya dan teman-teman akhirnya prefer sepeda dibanding cidomo, sepeda lebih fleksibel digunakan, terserah kita mau kemana tidak bergantung dengan si kuda dan kusirnya. Lagipula, saya agak kurang tahan bau kudanya, lebih parah dari bau binatang yang saya suka sekali kalo disate terutama digule :-D

Gili Trawangan memang cocok untuk di eksplore dengan sepeda. Kita bisa berhenti sesuka hati kita untuk mengambil gambar atau duduk sejenak menikmati hamparan laut biru nan luas. Turis asing dari berbagai negara pun banyak yang menyempatkan diri mengelilingi Trawangan dengan sepeda. Rata-rata mereka adalah turis Eropa namun ada pula satu-dua gadis-gadis dengan rambut lurus hitam bermata sipit yang saya temui sepanjang perjalanan. Pun ada yang mungkin dengan sengaja ke Pulau ini untuk sesi pengambilan foto kalender :-D, seperti dua bule Prancis ini:

Sehari penuh kami habiskan di Pulau Indah ini. Setiap sudut Pulau adalah godaan untuk bernarsis ria mengabadikan setiap pemandangan yang bahkan sepuluh tahun sekali pun belum tentu bisa saya lihat dengan mata kepala sendiri. Ketika senja mulai merambat, waktu untuk meninggalkan pulau indah ini pun tiba. Sebenarnya, penginapan bertebaran disini, namun harga semalam yang mencapai langit dan dapat membuat gaji tanggal satu ludes di tanggal dua, niat yang tidak pernah ada itupun diurungkan.

Malamnya, kami menikmati sajian khas Lombok, Ayam Taliwang dan Kangkung Pelecing. Ayam Taliwang ini semacam ayam berbumbu pedas. Ayam yang digunakan adalah ayam yang belum dewasa, kira-kira remaja-lah, dan disajikan utuh. Dan Kangkung Pelecing, teman saya mengingatkan kalau kangkung ini bukan main pedasnya dan dia khawatir kalo saya tidak akan tahan dengan rasanya. Tapi, jangan bilang saya orang palembang . Dan benar saja, rasanya tidak terlalu mengezutkan lidah saya yang memang kecanduan makanan pedas. Namun rasa bumbunya cukup lezat, pantas saja makanan khas Lombok yang aslinya berasal dari Kampung Taliwang ini diminati wisatawan lokal maupun asing.

Ah, seharian menikmati keindahan alam diakhiri lezatnya panganan. Kami pun pulang dengan hati senang dan perut kenyang.

Mengelilingi kota Mataram, menjadi agenda terakhir kami selama di Lombok. Tentu saja tujuan utama adalah mencari buah tangan untuk dibawa ke kampung halaman. Toko Arief menjadi persinggahan pertama kami untuk mencari kaos-kaos bertema Pulau Lombok. Disini kita bisa mendapatkan kaos-kaos dengan harga cukup murah berkisar Rp15.000 hingga Rp40.000 dan kami pun dengan sedikit kalap membeli beberapa kaos, entah kepada siapa akan diberikan. Selanjutnya, tentu saja berburu Mutiara. Mutiara-mutiara Air tawar bisa didapat dengan harga cukup murah, gelang-gelang berkisar antara Rp10.000 hingga Rp50.000. Namun, keindahan Mutiara-mutiara ini tidak dapat dibandingkan dengan keindahan mutiara air laut. Keindahannya pun berbanding lurus dengan harganya. Satu butir mutiara air laut beratnya berkisar 1-4 gram, dan satu gram-nya bisa mencapai Rp.400.000. Pffh, niat saya untuk membelikan Ibu saya kalung bundar full mutiara air laut luntur sudah. Maklum orang awam, tidak tahu jika harga Mutiara air laut sebegitu mahalnya. Yah, akhirnya kami membeli beberapa gelang Mutiara air tawar sebagai buah tangan.

Segera setelah mendapatkan semua barang yang diinginkan, kami buru-buru pulang karena hari menunjukkan tanda-tanda akan hujan. Kami pun bergegas mencari ojek. Benarlah dugaan kami,  hujan pun  tumpah dan kami kehujanan diatas roda dua di tengah perjalanan. Entah mengapa kami naik ojek seharga Rp10.000 padahal taksi bluebird dapat kami tumpangi dengan harga yang sama tanpa harus didera hujan-badai :-D

Dan berakhir sudah petualangan kami karena besok burung besi akan menerbangkan kami pulang ke kota masing-masing dan berkutat kembali dengan kesibukan rutin yang membuat pusing.


-Oktober 2010, diselesaikan Desember 2011-
Terimakasih kepada Rahayu Fitri Purnama Sari, teman seperjuangan dan seperjalanan
Dian Ratih Fikamissa Falegy atas tumpangan hotelnya dan teman-teman BPK perwakilan Provinsi NTB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar