Jadi ceritanya kemaren Nadya di ajak ke salah satu tempat rekreasi ternama di Kota Palembang (Hahahahaha). Si Ayah protes karena tiap jalan pasti ke mall lagi dan ke mall lagi, katanya tidak mendidik padahal kan biar Mama yang suka laper mata ini tidak belanja belanji barang yang tidak penting. hihihihi. Sebenarnya dari lubuk hati yang pailng dalam saya pun ingin anak saya merasakan apa yang saya rasakan dulu : bermain di alam terbuka, melihat pohon, hewan dan air, merasakan bagaimana asiknya bermain berlar-lari dan melihat bahwa dunia ini tak hanya sebatas dinding dan halaman rumah.
Dan akhirnya berangkatlah kami menuju satu tempat berlabel Hutan Wisata bernama
Punti Kayu, lengkap dengan membawa bekal makan siang dari rumah. Memang
sih Jalan-jalan ini agak direncanakan seperti piknik. Bawa bekal, jajan
sedikit, liat-liat sekeliling Punti Kayu terus pulang. Hal
seperti ini sering saya bayangkan dulu tentang liburan keluarga jika saya akhirnya punya anak.
Punti Kayu bukan tempat yang asing buat saya, hanya saja sudah lama sekali sejak terakhir kali saya ke sana, saya bahkan tidak ingat kapan terakhir kali kesana, mungkin di Tahun 90an ketika mall-mall besar belum merajalela dimana satu-satunya mall ternama dan berdiri megah serta menjadi primadona di Palembang adalah International Plaza. Saya pun sudah lupa bagaimana rupa hutan ini ketika saya terakhir kali berada di dalamnya. Saya cuma ingat waktu itu saya sering diajak Ayah-Ibu saya menuju kolam renangnya untuk belajar berenang yang mana sama sekali tidak efektif karena hingga sekarang saya tidak bisa berenang.
Hutan ini masih seperti dulu, menutupi hampir seluruh langit hingga membuat teduh dan sejuk udara di dalamnya. Hanya saja pondok-pondok yang seingat saya dulu bersih, sekarang kotor seperti tidak terawat. Di sepanjang jalan pepohonan berkeliaran monyet-monyet liar berwarna putih. Beberapa pemilik kantin disana mengingatkan untuk tidak
memberi makan monyet-monyet itu karena hanya akan membuat kelompok
mereka berkerumun untuk meminta makan lagi dan lagi.
Kami masuk ke Rumah Satwa, membayar tiket masuk seharga lima ribu rupiah. Namun sayang hewan-hewan yang ada di dalamnya kurang beragam. hanya ada beberapa siamang, beruang madu, buaya dan berbagai jenis burung. Nadya pun terlihat tidak terlalu
excited. Mungkin karena dia sedikit ngantuk. Selanjutnya kami masuk ke taman dimana ada sepeda air. Saya menyebutnya bebek-bebekan. Seumur-umur baru kali itu saya naik bebek-bebkan berdua cowok Hahahaha.
Karena melihat Nadya sepertinya benar-benar sudah mengantuk, kami kembali ke Pondokan untuk beristirahat dan makan siang. Lalu dari kejauhan, kami melihat seekor Gajah besar sedang ditunggangi laki-laki separuh baya. Belalainya panjang, telinganya lebar melambai dan kakinya begitu besar dan kokoh.
Nadya terlihat
excited melihatnya. Saya pun
excited karena seumur hidup baru kali itu saya melihat gajah ditunggangi,
Live! Saya dulu hanya sering melihat di tivi ketika Siluman Gagak mengendarai Gajah Tingti. Ketika sang Gajah mendekat ke pondok kami, ada sedikit rasa takut menghampiri saya. Bagaimana kalau tiba-tiba si Gajah ini mengamuk dan menginjak kami seperti gajah Tingti menginjak simbal emas Kera Tungpe untuk membebaskan SunGoKong. Dan tentu saja hal itu tidak terjadi. Si Gajah hanya lewat tanpa sedikit pun menoleh ke arah kami.
 |
Nonton Beruang Madu |
 |
Naik Gajah |
 |
Didepan Kamera |
 |
Naik Delman Kuda Zebra |
 |
Pas Foto Bertiga, Nadya udah keburu Ngantuk |
 |
Curahan Hati Bapak Buaya |
 |
Siamang bergelantungan hihihihi |