Entah mengapa, setiap berada di ruang tunggu bandara, hasrat menulis saya mendadak kambuh. Seperti sekarang ini, ketika saya lagi-lagi berada disini. Ruang tunggu terminal B5 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Banyak alasan, menunggu itu membosankan dan saya butuh pembunuhnya. Apalagi kali ini saya sendirian, tanpa dia dan tanpa teman.
Judul diatas saya ambil dari salah satu judul lagu The Beatles yang sering saya dan dia dengar. Here, There, and Everywhere. Bagi saya, lagu ini memiliki makna yang cukup dalam terutama beberapa bulan kebelakang, tepatnya setelah menjalani kehidupan sesungguhnya, setelah satu bulan cuti karena alasan pernikahan. Saya dan dia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa kami tidak bisa hidup berdampingan setiap hari layaknya pasangan menikah normal. Oh, tentu saja kami normal. Maksud saya, normal dalam kehidupan pernikahan dimana suami istri seharusnya bersama sama dalam satu rumah.
Kami terpisah pulau, karena tuntutan pekerjaan. Saya tahu saya mungkin berlebihan. Banyak suami-istri seperti kami di luar sana dan mereka baik-baik saja dan berbahagia. Dan jangan salah, saya pun bahagia sebahagia-bahagianya. Never happier before. Hanya saja, saya yang tumbuh dengan kedua orang tua yang tak pernah berpisah lebih dari sehari kecuali ada alasan khusus yang mendasari, merasa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan kami. Intinya, bagi saya kebersamaan dalam kehidupan pernikahan antara dua anak manusia yang saling mencinta exactly like what The Beatles said in that song. Bersama-sama dimanapun berada. Here, There and Everywhere.
Sebenarnya resiko ini bukan hal asing. Sejak menginjakkan kaki di kampus itu 5 tahun lalu, keadaan ini seharusnya sudah tidak menjadi hantu. Hanya saja, waktu itu saya masih muda ya, masih belasan dan masih naif. Hal-hal besar semacam pernikahan belum sampai melintasi kepala saya. Seiring bertambahnya usia, hal ini sempat terfikirkan namun hanya sepintas lalu. Hingga akhirnya saya benar- benar berada pada situasi itu.
Ah, saya hanya banyak alasan. Kami seharusnya punya banyak pilihan dan Tuhan bukannya tak memberikan banyak kemudahan. Kepada kami, Dia sudah begitu dermawan. Hanya saja kami yang masih belum mampu mengambil keputusan. Pernah terfikir dalam benak kami agar saya resign, namun kami masih berlindung dengan berbagai pertimbangan.
It's kind of huge step, you know.
Dan pesawat saya pun boarding, tulisan ini akan saya sambung nanti. Now I have to make this phone offline.
10 jam kemudian, 4 Februari 2012 00.15
Dan inilah kemudahan-kemudahan dari Tuhan itu. Saya yang beberapa belas jam lalu masih terpisah pulau dengannya sekarang berada disampingnya tepat pada detik pertama hari ulang tahunnya dan menjadi orang pertama yang membisikkan "selamat hari kelahiran" di telinganya.
Dan dia tetap tertidur lelap.
Tidak sedikitpun terganggu dengan bisikan saya. Untungnya tak ada dengkuran, hanya desah nafasnya yang terdengar. Saya merasa bahagia bersamanya. Dan saya bersyukur atas dia yang kau kirimkan sebagai suami, Tuhan.
I want her everywhere and if she's beside me
I know I need never care
But to love her is to need her everywhere
Knowing that love is to share
Each one believing that love never dies
Watching her eyes and hoping I'm always there
I know I need never care
But to love her is to need her everywhere
Knowing that love is to share
Each one believing that love never dies
Watching her eyes and hoping I'm always there
Selamat hari lahir, Sayang.............
Meski di masa-masa sekarang kita tak selalu bisa bersama-sama dimana-mana,
here, there, and everywhere, I will love you, always.